Pengaruh Media Televisi terhadap poal Pikir Generasi Muda


PENGARUH MEDIA TELIVISI
TERHADAP POLA PIKIR GENERASI MUDA
Oleh: Muhammad Saad
I. Latar belakang

            Pantaslah kita mengelus dada tatkalah menyimak berbagai berita kriminal yang ditayangkan di telivisi. Hampir setiap hari, media elektronik ini memberitakan penganiayaan, pembunuhan, perampokan, pencurian, pemerkosaan, perzinahan, perselingkuhan dan masih banyak berita kriminal lainya. Saking seringnya mata dan telinga kita melihat serta mendengar kabar negative tersebut, seolah-olah yang demikian ini adalah hal yang biasa. Ironisnya hapir semua pelaku prilaku menyimpang tersebut sebagaian besar ialah adalah remaja di belahan nusantara. Timbulnya fenomena devian di bumi Indonesia yang terkenal sebagai Negara yang rakyatnya religius, dengan menjunjung tinggi norma-norma etiket adalah aneh dan perlu diungkap segala gejala yang menyebabkanya.
            Dengan tugas makalah yang berjudul “PENGARUH MEDIA TELIVISI TERHADAP POLA PIKIR GENERASI MUDA”, penulis mencoba untuk mencari benang merah penyebab kerusakan moral bangsa  yang berdampak pada kehancuran bangsa ini. Mungkin secara formalitas, makalah ini hanya untuk memenuhi tugas dari dosen pembimbing. Namun lebih dari itu, sebagai kaum intelektual, penulis secara moral tertuntut untuk memfikirkannya dan mencari solusinya.  
jelaslah kiranya permasalahan timbul dikarenakan akibat dari suatu sebab. Dimana kita tahu bahwasanya hancurnya moral anak bangsa dapat dipastikan ada suatu penyebabnya. Dari titik ini timbulah berbagai pertanyaan. Pertama, mengapa  akhir-akhir ini sering terjadi prilaku  penyimpangan moral remaja?, kedua, bagaimana dampak dari hal tersebut?, ketiga, setelah kita tahu dampak tersebut, apa tindakan yang harus dilakukan?.

II.  Penting Masalah

  1. Globalisasi informasi dan hegemoni Barat (sebuah pengantar).

Penyebaran budaya barat atau Amerika yang didominasi dengan budaya konsumerisme, hedonisme, dan materialisme, menjadi tema menarik dalam kajian globalisasi. Globalisasi yang melanda dunia ditandai dengan hegemonisasi food (makananan), fun (hiburan), fashion (mode) dan thougt (pemikiran). Bila ada pertanyaan “siapakah yang menguasai informasi saat ini?” tentu siapapun akan menjawab “Barat-lah yang menguasainya”. Pers Barat dengan kecanggihan teknologi komunikasinya, profesionalismenya dibidang jurnalistik plus dana yang melimpah telah mencekik dunia ketiga (dunia timur pada umunya dan Islam pada khususnya). Dominasi pers Barat telah menghancurkan sendi-sendi pokok Islam yang paling urgent. Globalisasi adalah sesuatu yang kompleks dan sulit untuk dihindarkan oleh umat manusia yang semakin terintegrasi dalam perkembangan alat-alat komunikasi dan transportasi modern. Anthoni Giddens mencatat: “Globalisasi sesungguhnya merupakan satu set proses yang rumit, tidak tunggal. Dan proses ini bekerja dengan cara yang saling berlawanan dan berlainan arah.”
            Globalisasi informasi ditunjukkan dengan semakin pesatnya penggunaan media elektronik dalam mengirim dan menerima informasi. Surat kabar, radio, televisi, ponsel, dan internet merupakan sumber informasi aktif dalam memberikan berita secara on time tanpa mengenal ruang dan waktu.  Kenyataan bahwa zaman ini adalah zaman revolusi komunikasi dan informasi memang tidak bisa dipungkiri. Seorang futorolog Barat Alfin Toffler, dalam bukunya “The Third wave” (gelombang ketiga), menyatakan bahwa peradaban dunia telah memasuki peradaban informasi. Hal ini ditandai dengan kemampuan manusia mengolah dan mengantarkan informasi sedimikian hebatnya. Tak pelak lagi informasi dan medianya akhirnya selalu berdampingan dengan kehidupan manusia.
            Memang, siapapun pasti mengetahui dan meyakini bahwa kini media massa mempunyai peran dan pengaruh yang sangat besar. Sungguh sangat menarik sinyalemen Napoleon Bonaparte (1769-1821 M) kaisar diktator Prancis untuk dikaji lebih jauh, dia menyatakan “aku lebih takut pada surat kabar yang menantangku, dari pada seribu tentara yang siap dengan bayonet terhunus”. Napoleon tidak bergurau kendati radak hiperbolik. Meskipun Napoleon telah lama tiada, tapi pernyataan tersebut tetap aktual hingga kini.
            Memang pada kenyataanya, globalisasi semakin mengarah kepada bentuk “imperialisme budaya” (cultural imperialism) Barat terhadap budaya-budaya lain. Prof. Amer al-Roubaie, pakar globalisasi di International Institute of Islamic and Civilitation-International Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM), mencatat:
            “Telah dipahami secara luas bahwa gelombang trend budaya global dewasa ini sebagaian besar merupakan produk Barat, menyebar ke seluruh dunia lewat keunggulan teknologi elektronik dan berbagai bentuk media dan system komunikasi. Istilah-istilah seperti penjajahan budaya (cultural imperialism), penjajahan media (media imperialism), penggusuran cultural (cultural cleansing), ketergantungan budaya (cultural dependency) dan penjajahan elektonik (electronic colonialism) digunakan untuk menjelaskan kebudayaan global baru serta berbagai akibatnya terhadap masyarakat non-Barat”

            Hegemoni Amerika dalam dunia hiburan dan pembentukan budaya global, dapat dikatakan sebagai bentuk “penjajahan budaya oleh Amerika (American cultural imperialism)”. Industri film Amerika dan berbagai stasiun TV-nya mendominasi pembentukan budaya global, dan dibalik itu semua mempromosikan kepentingan-kepentingan Amerika guna mengekspor modernitas dan mempropagandakan konsumerisme.

  1. Dampak globalisasi informasi

Jika kita amati satu-persatu, hampir semua program telivisi di bumi nusantara ini mengandung “racun” bagi masyarakat,  lebih-lebih generasi muda. Di antara tayangan  beracun yang sangat kelihatan kasat mata adalah infotainment  yang notabenenya adalah menggujing (ghibah) adalah: Kiss (Indosiar), was-was (SCTV), silet (RCTI), Go Show (TPI), Ekspresso (AN TV). Ada lagi, sekarang yang lagi naik daun adalah  Take My Out atau Take Him Out. Acara tersebut pada hakikatnya adalah ajang “perzinahan” terselubung dikemas secara apik sedimikian rupa, sehingga penonton disihir seolah-olah halal dan sah untuk dianut, karena acara tersebut dilegalisasi secara religius oleh seorang ustadz (tidak tanggung-tanggung nama keren ustadz tersebut adalah “Ustadz Cinta” ). Dan masih banyak lagi acara yang lainya semisal film dan sinetron, baik yang di impor dari Barat maupun  maupun produk dalam negri sendiri yang berbau pornografi seperti, perselingkuhan, freesex, samenlaven dan promiscuity, atau yang berbumbu kekerasan seperti peperangan, pembunuhan, perampokan dan lain sebaginya.
Hal senada juga telah disampaikan oleh beberapa pakar, diantaranya ialah Dr. Nuim Hidayat dalam bukunya “Imperialisme Baru”.

 beliau menyatakan: “Sepuluh saluran televisi Nasional kita saat ini tidak ada yang berwarna Islam. Warna Islam yang terpampang dibeberapa TV, hanya rutin sekitar setengah jam setelah S ubuh (plus adzan Maghrib). Selebihnya yang tampil adalah warna Barat dalam bentuknya film Hollywood, Hongkong, India, sinetron Latin, sinetron Domestik dan program musik dangdut jorok yang terdapat disemua channel TV. Ada program-program berita dan aneka ragamnya yang kadang juga menyesatkan, dan program-program pengetahuan popular.
            Program televisi yang dominanya merusak itu malangnya ditonton berjuta-juta kaum muslimin di tanah air. Setiap ba’da Maghrib (prime time) para anggota keluarga biasanya duduk bersimpuh menonton sinetron domestik atau tayangan sejenis lainya.
           
Bahkan seorang pakar dari Barat sendiri-pun menyayangkan proses dekandensi moral yang disebabkan oleh tidak terkontrolnya media telivisi. Chartertz adalah salah satu pengkaji dan pemerhati dari Barat yang sangat prihatin dalam persoalan ini, ia mengatakan
            “sesungguhnya pembangkitan syahwat dan penayangan gambar-gambar porno, dan visualisasi trik-trik porno, dimana sang bintang film menanamkan rasa senang kepada jiwa penonton, dan membangkitkan syahwat bagi para remaja dengan cara membahayakan bagi kalangan anak-anak itu amat berbahaya.” Ada beberapa  data statistic kumpulan yang ditayangkan untuk anak-anak sedunia. Diantaranya ialah:
-         29,6% film anak-anak bertemakan sex  
-         27,4% film anak-anak tentang menanggulangi kejahatan
-         15% film anak-anak berkisar percintaan dalam arti syahwat bukak-bukaan
Dampak bagi masyarakat sudah jelas sekali kita lihat dan kita dengar sehari-hari. sangat memprihatinkan sekali, terlebih lagi dampaknya terasa bagi anak-anak. Mereka masih muda belum memiliki filter moral dalam dirinya. Sejak kecil anak sudah dibekali dengan tayangan kehidupan selebrities yang serba “ wah “, adengan porno dan adegan kejahatan sebagaimana penjelasan di atas, yang tertanam dalam jiwa anak-anak. Padahal seharusnya anak pada umur usia emas 1-12 tahun , harus banyak melihat teladan, melihat sesuatu yang pantas, patut dan benar, mendengar ajaran dan mendapat siraman kasih orang tuanya. Hidup dengan disiplin dan aturan yang sehat. Banyak bermain untuk perkembangan otot motorik dan bersosialisasi dengan teman sebaya dan alam sekitar, bukan seharian duduk menghadap TV. 
Secara katagoris, ada empat dampak baya laten dari media telivisi kepada anak dan remaja:
a)Selebritis, yang menonjolkan gaya hidup hedonis, glamour, kemewahan , pesta, hidup begelimang uang dan harta. Mengakibatkan hidup konsumtif dan harus tampil oke. Pengaruh iklan membuat ingin serba instant, hidup dan penampilan harus sesuai standar iklan. Hal ini sudah menjadi budaya yang mengakar pada hampir setiap diri remaja kita. Pemandangan yang demikian ini hampir setiap hari kita saksikan. Bahkan mungkin dalam keluarga kita-pun, anak atau saudara kita telah menjadi korban hegemoni budaya Barat satu ini. Wanita-wanita dengan tanpa rasa malu, memakai celana jean ketat atau istilah gaulnya “celana pensil”, serta berpakaian tanktop dengan PD-nya berjalan diantara kerumunan khalayak rame. Sehingga setiap laki-laki yang memandang dengan pandangan syahwat. Adapun remaja laki-laki bergaya sama, ditambah dengan mode rambut Punk Mohawk dan berasisoris anting-anting, serta kalung yang terbuat dari rantai. Padahal, jika anda iseng mencoba bertanya kepada mereka siapa namanya, mungkin si cewek akan menjawab “nama gue Annisa, atau Azizah”, dan si Cowok akan menjawab “Rohman atau Sutrisno”.  Artinya hampir semua subyek pelaku dari tren selebritasinism adalah anak-anak dari keluarga muslim.  
b)            Sex, menonjolkan nafsu “kedagingan” yang dieskploitasikan TV, sehingga sekarang banyak kasus kejahatan seksual yang pelaku dan korban adalah anak dan remaja,  kehidupan sex bebas, perdagangan anak dan pernikahan dini yang lebih disebabkan dari hamil diluar pernikahan, serta maraknya hidup serumah tanpa ada ikatan pernikahan. Hal yang demikian ini telah mewabah di negri tercinta ini. Pada era 80-an untuk mengakses film blue, orang dengan susah payah dan secara tersembunyi-sembunyi mendapatkanya.  Film dan gambar porno di mata masyarakat awam kita pada waktu itu masih dianggapnya suatu yang tabu, sehingga ketika seseorang menginginkannya harus serapi mungkin untuk tidak diketahui oleh orang lain. Akan tetapi berbeda setelah produk modern teknologi bermunculan seperti hand phone dan internet mudah diakses, jangankan ditempat tersembunyi, di tempat khalayak ramu-pun  seperti di pasar, orang dengan terang-terangan dan tidak malu untuk melihat secara berame-rame menyaksikan tayangan laknat tersebut. Sehingga setelah melihat tayangan setan tersebut, banyak pemudah kita yang tidak kuat menahan hawa nafsunya, melakukan perkosaan. Adapaun yang menjadi korban nafsu hewani itu bervariasi: dari balita, anak-anak, remaja, sampai para manula. Dari orang yang tidak dikenal sampai sanak saudarahnya, bahkan yang lebih ironis kepada anak atau ibu kandungnya. Sementara itu dikalangan warga metropolitan, melakukan  kegiatan ini dengan free sex, samen laven (kumpul Kebo), bertukar pasangan dalam sebuah pesta, hanya demi menyalurkan fantasi sexual semata. Belum lagi maraknya kasus trafficking atau penjualan manusia ke luar negri untuk dijadikan budak sex. Pada kasus ini pemerintah sudah beberapa kali melakukan penggagalan. Adapun modus operandinya bermacam-macam; dari alih-alih dijadikan pembantu rumah tangga sampai sales promotion gril  (SPG), yang ujungnya dijual menjadi pekerja sexual.
c)            Sadisme, tayangan sadis, kekerasan menyebabkan anak menjadi cepat marah, emosional, suka tawuran, membikin keonaran dengan membentuk kelompok ekslusif atau dengan istialah “geng”. Gejalah ini dapat kita saksikan beberpa waktu yang lalu, dimana telah merebak tawuran antar geng motor asal Bandung, bahkan ironisnya remaja putri-pun ikut-ikutan meramaikan dunia gangster dengan berprilaku tidak terpuji tersebut. Juga menjalarnya kasus temperamental anak kepada orang tua atau guru ketika ditegur karena berbuat kesalahan. Sehingga tidak jarang orang tua atau guru yang tidak berani kepada anak atau peserta didiknya disebabkan prilakau devian dari mereka.
d)            Satanisme, tayangan film mistik  yang berbau klenik berakibat pada keimanan dan psikis anak. Tayangan film, atau FTV yang bernuansa horor sekarang memang benar-benar mendapat rating dan respon yang tinggi dikalangan masyarakat menengah kebawah. Bahkan hampir semua stasiun telivisi menayangkan dengan bersamaan. Film-film tersebut membawakan tema legenda mitos dari suatu daerah tertentu, seperti; “Trowongan Cassablanka” yang mengisahkan tentang bagaimana sebuah mitos yang tidak berdasar, dimana ada sebuah trowongan jalan raya di salah satu kota Jakarta yang dihuni kuntilanak berbaju merah, sering menjumpai pengguna jalan tersebut. singkat kata untuk mengusir hantu tersebut diperlukan bantuan seorang paranormal. Dengan seperangkat alat klenik sangh Dukun mengusir hantu tersebut. Dari kisah di atas,  dampak apak yang bisa ditangkap? Pertama, meberi justifikasi kepada masyarakat secara tidak langsung bahwasanya hantu, memedi, dan sebangsanya adalah benar adanya. Padahal dalam konsep Islam, hantu kolongwewe, memedi serta semua yang berbau horor adalah tidak pernah ada, yang ada hanyalah Jin yang menggoda manusia dengan menyerupai segala hal yang menakutkan dengan tujuan menggoda iman ummat manusia. Taruhla contoh; suatu pohon yang dipercayai sebagaian masyarakat akan keangkeranya, maka pohon tersebut dikultuskan menjadi pohon yang “tua”, yang artinya bisa mendatangkan manfaat dan mudhlarat bagi masyarakat sekitarnya. Bila phon tersebut  dikultuskan menjadi “pohon tua”, Konsekwensi logisnya ialah setiap aktifitas yang berhubungan dengan warga masyarakat sekitarnya harus meminta izin kepada “sang penunggu” pohon itu. Dalam konsep Islam, bila menganggap ada kekuatan lain selain Allah SWT, maka hal demikian disebut perbuatan musyrik. Dalam pandangan Islam perbuatan menyekutukan Allah adalah dosa yang tidak bisa diampuani Allah, kecuali orang tersebut benar-benar bertaubat dan memohon ampun kepada-Nya, serta tidak mengulangi lagi perbuatanya. Belum lagi dampak lain dari acara tersebut ialah menjadikan jiwa orang awam takut dengan segala hal yang dianggap mistis.

  1. Tindakan orang tua.
Setelah mengetahui beberapa dampak negatif dari media (kuhususnya televisi), maka ayah dan bunda perlu memperbesar kembali perannya. Pertama, dalam pendidikan agama. Agama merupakan faktor utama dalam menuntun anak kearah yang lurus. Orang tua bukan hanya bertanggung jawab pada masalah dunyawiyah saja, memberikan makan, pakian, kenyamanan, sekolah atau yang lainya yang bersifat keduniaan. Namun lebih dari itu, orang tua wajib mengarahkan anak-anaknya keorientasi religi, karena hasil akhir karakter anak, adalah wujud manifestasi dari pendidikan orang tua.
Pendidikan agama memberikan andil yang besar akan kemanusiaan yang ada, krisis kemanusiaan yang kini melanda kehidupan remaja kita tidak bisa dilepaskan dari realitas pendidikan selama ini, disatu sisi semua orang tua menginginkan anaknya pintar, namun di sisi lain tidak mengimbangi relegiusitas yang sepadan. Oleh karena itu orang tua harus melakukan keberanian, tekat, dalam diri untuk melakukan perubahan reformasi pendidikan. Namun begitu, jangan sampai reformasi yang digulirkan tidak punya visi dan misi yang jelas karena akan berakibat lebih fatal dan tragis bagi kemanusiaan.
Islam merupakan agama yang agung dan tidak ada mampu mengungguli keagungan-Nya, Islam juga agama suci. Namun keagungan dan kesucian Islam tidak akan terwujud begitu saja tanpa diperjuangkan oleh umatnya. Islam membutuhkan kader yang memiliki akidah yang lurus, ibadah yang benar, akhlak yang baik, belajar tidak henti, bekerja dengan cerdas dan ikhlas, bersahaja dalam hidup, berbagai dengan sesame, bersihkan hati selalu, serta memiliki loyalitas perjuangan untuk mendukung cita-cita Islam. Mereka inilah yang disebut dengan generasi Rabbani.
Kedua, orang tua menjadikan diri sebagai sentral konsultasi serta menjadi figur tauladan baik bagi anak-anaknya. Sehingga ketika  anak mendapatkan suatu problem ia tidak harus melarikan permasalahanya pada hal-hal yang lain. Jika hal ini menjadi kebiasaan dan tradisi, tentulah anak akan care kepada orang tua, mereka tidak membutuhkan siapa dan apapun sebagai tumpahan berbagi curhat karena orang tua mereka adalah sosok figur yang sempurna. Namum hal demikian juga harus diimbangi dengan pendidikan kemandirian, jika tidak akibatnya pun akan tidak kalah fatalnya dengan membiarkan prilaku anak. Anak akan menjadi selalu ketergantungan kepada orang tua serta tidak bisa berdikari, bahkan pada kasus tertentu, orang tua bisa sampai pada level pembantu.
Ketiga, peran orang tua adalah menentukan tayangan televisi yang layak untuk dikonsumsi oleh anak-anak. Berikut ini terdapat beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan:
                                 i.            Ayah dan ibu membuat batasan pada diri sendiri untuk tidak menonton televisi. Ketika merasa lelah atau bosan dengan kegiatan rumah, ayah dan bunda suka menonton TV. Maka sebaiknya ketika ayah dan bunda merasakan hal tersebut, dapat dialihkan dengan melakukan kegiatan lain seperti mengajak anak bermain. Hal tersebut akan memberikan contoh pada anak bahwa banyak cara yang dapat dilakukan selain menonton TV ketika sedang merasa bosan atau jenuh.
                                 ii.            Mengikutsertakan anak dalam membuat batasan. Yaitu menetapkan apa, kapan, dan seberapa banyak acara TV yang boleh ditonton. Tujuannya, agar anak menjadikan kegiatan menonton TV hanya sebagai pilihan, bukan kebiasaan. Ia menonton hanya bila perlu. Selain itu akan mengajarkan pada anak bahwa mereka harus memilih acara TV (tentunya yang positif dan mendidik), Menentukan acara yang dapat ditonton oleh anak. Antara lain, yang mengandung unsur pendidikan (seperti acara televisi yang menampilkan pesan-pesan moral di akhir cerita) dan mempromosikan nilai-nilai sosial (misalnya acara yang menampilkan unsur persahabatan, keramahan, sikap pantang menyerah, dan perbuatan menolong orang lain). menghargai waktu dan pilihan, serta menjaga keseimbangan kebutuhan mereka.
                                iii.            Konsisten dalam bertindak. Orang tua, perlu untuk selalu bertindak secara konsisten dan tidak bosan-bosannya dalam memberikan pengertian kepada anak, sehingga anak tahu dengan jelas mana yang boleh mana yang tidak, mana yang baik dan mana yang buruk.
                               iv.            Mendampingi anak ketika menonton dan memberi penjelasan. Banyak hal yang belum diketahui oleh seorang anak, oleh karena itu kalau tidak ada yang memberi tahu ia akan mencari sendiri dengan mencoba-coba dan meniru dari orang dewasa.
                                 v.            Memilah acara yang tidak sesuai untuk ditonton oleh anak. Diantaranya, yang menayangkan adegan-adegan kekerasan. Misal: menjahili teman sampai teman tersebut terluka. Acara-acara televisi yang menggunakan bahasa yang kurang sopan atau merendahkan orang lain. Misal: “Dasar bajingan!”. Program anak-anak namun menampilkan adegan orang dewasa, misalnya: adegan pacaran dan rayuan. Program acara anak-anak yang menampilkan adegan mistis. Misal: Kaos kaki yang dapat berbicara. Tayangan televisi dengan pemain yang memakai busana yang kurang sesuai. Misal: Memakai rok mini atau memakai tank top. Untuk melakukan hal ini tentu saja dibutuhkan kesabaran dan pengorbanan dari ayah bunda, untuk sementara, ayah dan bunda harus mengorbankan kesenangannya sendiri menonton televisi demi mencari-cari dan menyeleksi program televisi yang cocok untuk anak tercinta.
III. kesimpulan
            Kecanggihan teknologi ternyata turut andil dalam mengusung budaya Barat yang telah merobohkan pilar-pilar budaya kita. Teknologi informasi tidak hanya memberikan hal-hal yang positif bagi masyarakat Indonesia, namun lebih banyak meberikan sumbangan negative di dalamnya. Globalisasi informasi bagaikan pisau bermata dua, jika kita tidak pandai dan tangkas memainkanya, akibatnya adalah bisa melukai bahkan mebunuh orang sekitar kita bahkan mungkin diri kita sendiri.
            Ambruknya moral remaja lebih banyak disebabkan oleh pengaruh asimilasi budaya Barat yang masuk ke dalam ranah privasi bangsa Indonesia, hal ini memang tidak lepas dari peran media elektonika terlebih-lebih media telivisi. Barat dengan budayanya, sekarang memang menguasai dunia. Sudah menjadi hukum alam bila suatu peradaban yang unggul, akan menguasai peradaban yang lain. Begitupun sebaliknya, peradaban yang “kalah” dengan sendirinya akan mengikuti peradaban yang menguasai.
            Penanggulangan terhadap gejala globalisasi adalah tugas semua masyarakat. Dengan kemampuan yang dimiliki, bekerja sama untuk mencegah segala yang diusung oleh globalisasi, terlebih-lebih kecanggihan teknologi informasi.  Wallahu a’lam bissawwab.